Pihak yang terlibat dalam Proyek Jalan Tol Sumatera terbagi menjadi 2 yaitu pihak yang sedang terlibat dan pihak yang kemudian akan dilibatkan dalam proyek tersebut. Pihak yang sedang terlibat yaitu terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Lampung, LPAM, dan BUMN seperti PT Hutama Karya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, dan PT Adhi Kaya. Pihak yang kemudian akan dilibatkan dalam proyek tersebut oleh Jokowi adalah JICA (Japan International Cooperation Agency), yaitu lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan di negara-negara berkembang.
Jokowi memberi tawaran kepada JICA guna mempercepat realisasi proyek tersebut. Jika JICA menerima tawaran tersebut, JICA akan menerapkan beberapa kebijakan tertentu dalam memberikan pinjamannya. Kebijakan tersebut terbagi menjadi 2 yaitu tight loan policy dan untight loan policy. Tight loan policy merupakan kebijakan bunga pinjaman yang diberikan antara 0,1% hingga 0,25 % dengan jangka waktu yang sangat panjang. Suku bunga rendah tersebut bisa dikatakan hampir gratis dengan risiko seluruh pengerjaan proyek harus disediakan oleh JICA seperti dari suppliernya. Kebijakan kedua yaitu untight loan policy, merupakan kebijakan yang pengerjaan proyek bisa dilakukan oleh siapa saja dengan risiko suku bunga yang relatif lebih tinggi, yaitu 0,6 % hingga 1,2 %.
Pemerataan pembangunan antar wilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan merupakan salah satu jabaran dari Nawa Cita ketiga, yaitu “Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Sehingga pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokusan yang sedang digencar oleh masa Pemerintah Jokowi. Jalan Tol Trans Sumatera merupakan salah satu Mega Proyek pembangunan infrastruktur yang menghubungkan Aceh hingga Lampung di Pulau Sumatera. Proyek ini mulai dibangun sejak tahun 2014 yang bekerjasama dengan pihak seperrti yang disebut di atas. Namun pada tahun ini, pembiayaan pembangunan tol ingin dipercepat guna dapat diresmikan pada ASEAN Games 2018 sehingga Presiden Jokowi memberikan tawaran kepada JICA supaya proyek tersebut segera rampung. Untuk mensukseskan program tersebut, tidak membutuhkan dana yang sedikit dan alternatif yang akan direncanakan pemerintah adalah pinjaman luar negeri. Peminjaman telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011 tentang Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Berdasarkan APBN 2017, pembiayaan infrastruktur untuk JTTS ruas Bakauheni-Terbanggi Besar sebesar 2 Triliun Rupiah. Artinya, mengandalkan dana APBN saja tidak cukup sehingga pinjaman luar negeri sebagai solusi menyelesaikan pembangunan tersebut. Tetapi jika dikaitkan dengan pembiayaan oleh JICA, jalan yang difokuskan adalah ruas Padang-Pekanbaru. Berdasarkan http://industri.bisnis.com, Direktur Utama PT Hutama Karya I Gusti Ngurah Putera menjelaskan kebutuhan investasi tol Padang-Pekanbaru yaitu 35 triliun karena memiliki jarak yang panjang degan topografi yang cukup menantang dan memakan waktu sekitar 5 tahun. Tetapi pihak JICA belum memastikan besaran dana yang akan dipinjamkan untuk pembangunan tersebut.
Permisalan saja, pihak JICA setuju membiayai 100% proyek tersebut. Artinya, Indonesia harus mengembalikan 35 Triliun Rupiah diiringi dengan suku bunga. Jika pemerintah menggunakan Tight loan policy, maka bunga pinjaman yang diberikan antara 0,1% hingga 0,25 % dengan jangka waktu yang sangat panjang. Artinya, bunga perbulannya sekitar 2,3 Miliar Rupiah (Jika menggunakan bunga 0,1 % per 1 tahun). Kemudian untuk untight loan policy, maka bunga pinjaman yang diberikan antara 0,6 % hingga 1,2 % dengan jangka waktu singkat. Artinya, bunga perbulannya sekitar 13 Miliar Rupiah (Jika menggunakan bunga 0,6 % per 1 tahun).
Menurut saya, Mega Proyek ini dirasa terburu-buru sebab Indonesia belum siap terutama mandiri secara finansial. Jika hanya dilihat dari APBN saja masih kurang untuk melunasi bunga per tahunnya, penulis lebih setuju jika pinjaman luar negeri digunakan untuk pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan dan pedalaman Indonesia. Pinjaman Luar Negeri sebenarnya dapat mendorong aktivitas ekonomi pemerintah karena pembangunan infrastruktur diharapkan dapat berkelanjutan yaitu melancarkan arus transportasi barang dan jasa sehingga akan mendorong ekonomi rakyat ke arah yang lebih baik. Namun yang dikhawatirkan dalam jangka panjang, peminjaman ini menimbulkan beban ekonomi yang harus diterima rakyat ketika mengembalikan pinjaman tersebut. Selain itu, sifat ketergantungan terhadap negara kreditur semakin besar sehingga menjadi beban psikologis pula bagi negara debitur. Ditambah dengan adanya potensi untuk ajang korupsi dari pihak mana saja.
Sumber:
Ant.
2017. Pembangunan Jalan Tol Trans
Sumatera Terus Dikebut. https://economy.okezone.com/read/2017/02/07/320/1612069/pembangunan-jalan-tol-trans-sumatera-terus-dikebut, diakses 28 September 2017.
Direktorat
Penyusunan APBN. (2017). Informasi APBN
2017. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran.http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/publikasi/2016%20BIB%202017.pdf, diakses 06 Oktober 2017.
Republik
Indonesia. 2010. Undang-Undang No. 10
Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.