Thursday, December 14, 2017

Relevankah Pembiayaan Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera oleh Jokowi dan Jepang ?

Masa Pemerintahan Jokowi lebih fokus dalam pembangunan infrastruktur. Salah satunya adalah Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Proyek tersebut direncanakan memiliki panjang 2.048 km yang menghubungkan Aceh hingga Lampung. Kemudian untuk rencana nilai investasi tol ini sekitar Rp 439,53 triliun yang meliputi pembebasan tanah, konstruksi, dan investasi. Permasalahan pembiayaan berdasarkan sumber media yang saya peroleh adalah Jokowi merasa bahwa pembiayaan proyek tersebut masih kurang dalam memenuhi jalan tol tersebut sebab JTTS ini direncanakan akan rampung sebelum ASIAN Games 2018. Sri Mulyani juga menyatakan bahwa sumber pendanaan tidak bisa berasal dari satu sumber saja sehingga sumber dana proyek yang telah digunakan berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), LPAM (Lembaga Manajemen Aset Negara), BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan private.
Pihak yang terlibat dalam Proyek Jalan Tol Sumatera terbagi menjadi 2 yaitu pihak yang sedang terlibat dan pihak yang kemudian akan dilibatkan dalam proyek tersebut. Pihak yang sedang terlibat yaitu terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Lampung, LPAM, dan BUMN seperti PT Hutama Karya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (PP), PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, dan PT Adhi Kaya. Pihak yang kemudian akan dilibatkan dalam proyek tersebut oleh Jokowi adalah JICA (Japan International Cooperation Agency), yaitu lembaga yang didirikan oleh Pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan di negara-negara berkembang.
Jokowi memberi tawaran kepada JICA guna mempercepat realisasi proyek tersebut. Jika JICA menerima tawaran tersebut, JICA akan menerapkan beberapa kebijakan tertentu dalam memberikan pinjamannya. Kebijakan tersebut terbagi menjadi 2 yaitu tight loan policy dan untight loan policy. Tight loan policy merupakan kebijakan bunga pinjaman yang diberikan antara 0,1% hingga 0,25 % dengan jangka waktu yang sangat panjang. Suku bunga rendah tersebut bisa dikatakan hampir gratis dengan risiko seluruh pengerjaan proyek harus disediakan oleh JICA seperti dari suppliernya. Kebijakan kedua yaitu untight loan policy, merupakan kebijakan yang pengerjaan proyek bisa dilakukan oleh siapa saja dengan risiko suku bunga yang relatif lebih tinggi, yaitu 0,6 % hingga 1,2 %.
Pemerataan pembangunan antar wilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan merupakan salah satu jabaran dari Nawa Cita ketiga, yaitu “Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Sehingga pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokusan yang sedang digencar oleh masa Pemerintah Jokowi. Jalan Tol Trans Sumatera merupakan salah satu Mega Proyek pembangunan infrastruktur yang menghubungkan Aceh hingga Lampung di Pulau Sumatera. Proyek ini mulai dibangun sejak tahun 2014 yang bekerjasama dengan pihak seperrti yang disebut di atas. Namun pada tahun ini, pembiayaan pembangunan tol ingin dipercepat guna dapat diresmikan pada ASEAN Games 2018 sehingga Presiden Jokowi memberikan tawaran kepada JICA supaya proyek tersebut segera rampung. Untuk mensukseskan program tersebut, tidak membutuhkan dana yang sedikit dan alternatif yang akan direncanakan pemerintah adalah pinjaman luar negeri. Peminjaman telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 2011 tentang Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Berdasarkan APBN 2017, pembiayaan infrastruktur untuk JTTS ruas Bakauheni-Terbanggi Besar sebesar 2 Triliun Rupiah. Artinya, mengandalkan dana APBN saja tidak cukup sehingga pinjaman luar negeri sebagai solusi menyelesaikan pembangunan tersebut. Tetapi jika dikaitkan dengan pembiayaan oleh JICA, jalan yang difokuskan adalah ruas Padang-Pekanbaru. Berdasarkan http://industri.bisnis.com, Direktur Utama PT Hutama Karya I Gusti Ngurah Putera menjelaskan kebutuhan investasi tol Padang-Pekanbaru yaitu 35 triliun karena memiliki jarak yang panjang degan topografi yang cukup menantang dan memakan waktu sekitar 5 tahun. Tetapi pihak JICA belum memastikan besaran dana yang akan dipinjamkan untuk pembangunan tersebut.
Permisalan saja, pihak JICA setuju membiayai 100% proyek tersebut. Artinya, Indonesia harus mengembalikan 35 Triliun Rupiah diiringi dengan suku bunga. Jika pemerintah menggunakan Tight loan policy, maka bunga pinjaman yang diberikan antara 0,1% hingga 0,25 % dengan jangka waktu yang sangat panjang. Artinya, bunga perbulannya sekitar 2,3 Miliar Rupiah (Jika menggunakan bunga 0,1 % per 1 tahun). Kemudian untuk untight loan policy, maka bunga pinjaman yang diberikan antara 0,6 % hingga 1,2 % dengan jangka waktu singkat. Artinya, bunga perbulannya sekitar 13 Miliar Rupiah (Jika menggunakan bunga 0,6 % per 1 tahun). 
Menurut saya, Mega Proyek ini dirasa terburu-buru sebab Indonesia belum siap terutama mandiri secara finansial.  Jika hanya dilihat dari APBN saja masih kurang untuk melunasi bunga per tahunnya, penulis lebih setuju jika pinjaman luar negeri  digunakan untuk pembangunan infrastruktur di daerah perbatasan dan pedalaman Indonesia. Pinjaman Luar Negeri sebenarnya dapat mendorong aktivitas ekonomi pemerintah karena pembangunan infrastruktur diharapkan dapat berkelanjutan yaitu melancarkan arus transportasi barang dan jasa sehingga akan mendorong ekonomi rakyat ke arah yang lebih baik. Namun yang dikhawatirkan dalam jangka panjang, peminjaman ini menimbulkan beban ekonomi yang harus diterima rakyat ketika mengembalikan pinjaman tersebut. Selain itu, sifat ketergantungan terhadap negara kreditur semakin besar sehingga menjadi beban psikologis pula bagi negara debitur. Ditambah dengan adanya potensi untuk ajang korupsi dari pihak mana saja. 

Sumber:
Ant. 2017. Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera Terus Dikebut. https://economy.okezone.com/read/2017/02/07/320/1612069/pembangunan-jalan-tol-trans-sumatera-terus-dikebut, diakses 28 September 2017.
Direktorat Penyusunan APBN. (2017). Informasi APBN 2017. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran.http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/publikasi/2016%20BIB%202017.pdf, diakses 06 Oktober 2017.
Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.

Tuesday, March 28, 2017

Peta Deliniasi dan Deskripsi Batasan Wilayahnya.

Kota Jayapura berada di wilayah Indonesia bagian Timur, tepatnya berada di bagian Utara dari Provinsi Papua pada 1°28’17,26”-3°58’0,82” LS dan 137°34’10,6”- 141°0’8,22” BT dengan Luas Wilayah 940 km2 (0,3 % dari luas daratan Provinsi Papua). Berikut merupakan batas Kota Jayapura :
  • Sebelah Utara        : Lautan Pasifik
  • Sebelah Selatan    : Kabupaten Keerom
  • Sebelah Timur       : Negara Papua New Guinea
  • Sebelah Barat        : Kabupaten Jayapura

Kota Jayapura resmi ditetapkan sebagai wilayah administratif tanggal 14 September 1979 dan berubah status menjadi Kotamadya tahun 1993 berdasarkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1993 dengan 4 (empat) distrik, yaitu Distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, dan Muara Tami.

Dalam perkembangannya, wilayah administrasi Kota Jayapura telah dimekarkan menjadi 5 distrik, yaitu Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram, dan Muara Tami, serta terbagi menjadi 25 kelurahan dan 14 kampung yang terdiri dari 12 kampung yang dianggap kampung asli (Port Numbat), dan 2 lokasi kampung adalah lokasi yang dikembangkan menjadi pemerintah kampung oleh penduduk asli yaitu kampung Holtekam dan kampung Koya Tengah.


Kota Jayapura tidak hanya mencakup wilayah daratan, tetapi juga wilayah laut dan pulau-pulau kecil yang ada dalam batas wilayahnya. Menurut RTRW Provinsi Papua 2010-2030, luas wilayah laut di Kota Jayapura adalah 2,81 km2 dan panjang garis pantai 116, 77 km. Berikut merupakan pulau-pulau kecil di Kota Jayapura :

Gambaran Konstelasi Wilayah dalam Lingkup Wilayah yang Lebih Luas

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Kota Jayapura dikategorikan sebagai Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat Kawasan Strategis Nasional.

Penetapkan PKN untuk Provinsi Papua berada di Jayapura dan Timika. Kota ini juga sebagai salah satu kawasan strategis nasional yaitu kawasan strategis pertahanan dan keamanan (perbatasan darat RI dengan negara Papua Neuw Guinea). Selain itu juga sebagai simpul utama transportasi nasional yaitu Kota Jayapura memiliki Pelabuhan Laut Jayapura dan Kabupaten Jayapura memiliki Bandara Udara Sentani. Kemudian penetapan PKSN berada di Kampung Skouw Sae, Distrik Muara Tami, di Kota Jayapura. Pengembangan lintas batas dimaksudkan untuk menyediakan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat di kawasan perbatasan, termasuk pelayanan kegiatan lintas batas antarnegara.



Fungsi Utama dan Pendukung yang Diarahkan

Tujuan penataan ruang Kota Jayapura 2013-2033, yaitu: “Mewujudkan Kota Jayapura sebagai pusat pelayanan regional pendidikan, perdagangan dan jasa, pariwisata, serta beranda depan negara yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, serta menjaga kelestarian alam dan kearifan lokal.”

Penetapan fungsi kawasan perkotaan dilakukan terhadap aktivitas pelayanan perkotaan berskala regional di Kota Jayapura. Pelayanan regional yang dimaksud adalah Kota Jayapura tidak hanya melayani wilayah administrasi Kota Jayapura, melainkan juga wilayah Papua bahkan di luar Papua.

Pelayanan Regional ini memiliki kegiatan yang menjadi ciri kawasan perkotaan meliputi tempat permukiman perkotaan serta tempat pemusatan dan pendistribusian kegiatan bukan pertanian, seperti kegiatan pelayanan jasa pemerintahan, kegiatan pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Strategi penetapan fungsi kawasan perkotaan di Kota Jayapura adalah:

1. Mempertahankan aktivitas pelayanan perkotaan skala regional eksisting di Kota Jayapura, yaitu:
Pusat Pemerintahan
Semua fasilitas perkantoran, baik Pemerintah Kota maupun Pemerintah Provinsi berada di Kota Jayapura, sehingga kota ini berfungsi dan berperan sebagai pusat pemerintahan.
Pusat Kebudayaan, Akomodasi, dan Pariwisata
Pengembangan Kota Jayapura sebagai pusat kebudayaan, akomodasi dan pariwisata, karena Kota Jayapura memiliki potensi wisata alam dam wisata budaya dan menjadikan Kota Jayapura sebagai transit bagi wisatawan. Wisata budaya dan wisata alam di Kota Jayapura, yaitu Wisata Pantai Base-G, Hamadi, dan Pantai Holtekamp.
Pusat Pendidikan
Pengembangan Kota Jayapura sebagai pusat pendidikan, karena didukung oleh keberadaan lembaga pendidikan perguruan tinggi, seperti Universitas Cenderawasih (Uncen) dan sekolah tinggi swasta lainnya. Kota Jayapura juga akan dibangun sekolah unggulan bertaraf internasional sebagai barometer peningkatan SDM di Tanah Papua
Pusat Perdagangan Regional dan Lintas Batas
Dalam RTRWN, Kota Jayapura ditetapkan sebagai pusat dari salah satu Kawasan Andalan Nasional, yakni Kawasan Jayapura dan sekitamya, dengan sektor unggulan perkebunan, kehutanan, tanaman pangan, perikanan, dan pariwisata. Di samping itu, dari Hasil Kesepakatan Konsultasi Regional (Konreg) 2001, Kota Jayapura termasuk dalam Kawasan Tertentu Prioritas, yakni Kawasan Perbatasan Provinsi Papua dan Negara Papua New Guinea. Kota Jayapura juga memanfaatkan posisi strategisnya yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Neuw Guinea
Pusat Pelayanan, Pengumpul (Koleksi), dan Distribusi
Terjadinya aglomerasi sektor-sektor kegiatan di Kota Jayapura menyebabkan Kota Jayapura berfungsi dan berperan sebagai pusat pengumpul, pusat pelayanan dan pendistibusian segala kebutuhan penduduk, baik di wilayah Kota Jayapura sendiri, hinterland, maupun daerah-daerah pedalaman.
Fungsi dan peran ini ditunjang oleh tersedianya pelabuhan laut dan bandar udara di Sentani. Apabila dikaitkan dengan penetapan fungsi dan peran Kota Jayapura sebelumnya (sebagai pusat perdagangan lintas batas), maka Kota Jayapura perlu diarahkan sebagai pusat pengumpul, pusat pelayanan, dan pendistribusian untuk Propinsi Papua dan Kawasan Timur Indonesia (KTI)

2.   Mempertahankan lahan produktif pertanian dan perikanan untuk mendukung pengembangan kegiatan pariwisata dan ketahanan pangan Kota Jayapura.
Kegiatan pariwisata yang dikembangkan merupakan pariwisata buatan, seperti pemancingan dan wisata agro. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau

3.   Mengembangkan pelayanan regional pendidikan, perdagangan dan jasa, dan pariwisata



Rona Kondisi Eksisting (Demografi, Ekonomi, Sosial-budaya, dan Sarana-Prasarana)

A. Demografi
Luas wilayah Kota Jayapura yaitu 940 km2 dengan kepadatan penduduk sebesar 302 orang/km2. Jumlah penduduk Kota Jayapura tahun 2015 tercatat sebanyak 283.490 orang atau bertambah 2,83 % dari tahun sebelumnya. Jumlah Penduduk laki-laki sebesar 148.450 jiwa dan Jumlah Penduduk perempuan sebesar 135.040 jiwa. Rasio Jenis Kelamin 110, artinya jumlah penduduk laki-laki 10 % lebih banyak daripada perempuan

Sumber: Jayapura Dalam Angka 2016 yang Telah Diolah, 2017
Berdasarkan grafik tersebut, Kota Jayapura termasuk kategori Piramida Penduduk Muda, artinya di kota tersebut terdapat angka kelahiran yang tinggi dan angka kematian yang rendah yang menyebabkan penduduk yang berumur muda banyak. Dominasi penduduk terbanyak pada usia 20-24 tahun baik lali-laki maupun perempuan.

B. Ekonomi 
Berdasarkan Jayapura Dalam Kota 2016, Kota Jayapura pada tahun 2015 mengalami inflasi sebesar 2,79%. Sedangkan realisasi penerimaan kas Kota Jayapura meningkat dari 891,6 miliar rupiah (tahun 2014) menjadi 1,2 triliun rupiah.
Kemudian pengeluaran perkapita penduduk Kota Jayapura dalam sebulan untuk konsumsi makanan mencapai 42,2% dari total pengeluaran sebulan. Nilai Ratio Gini Kota Jayapura pada tahun 2015 sebesar 0,35, artinya distribusi pendapatan penduduk dengan tingkat ketidakmerataan sedang.
Berdasarkan Data Susenas tahun 2015, Kota Jayapura dengan garis kemiskinan sebesar 763.326 rupiah/kapita/bulan mempunyai tingkat kemiskinan sebesar 12,22 % dengan jumlah penduduk miskin mencapai 34,34 ribu jiwa

C. Sosial Budaya
Sumber: Jayapura Dalam Angka 2016 yang Telah Diolah, 2017
Berdasarkan grafik tersebut, mayoritas penganut agama di Kota Jayapura adalah Protestan dengan jumlah pemeluknya 283.493 jiwa atau 45,25% dari total penduduk Kota Jayapura. Sementara pemeluk agama Islam dan Katolik sebesar 40,56% dan 13,48%. Pemeluk agama lainnya yaitu agama Hindu dan Budha.


Penduduk asli Papua memiliki ciri-ciri fisik berkulit hitam, berbulu, dan berambut keriting. Masyarakat asli pada dasarnya termasuk ke dalam rumpun suku bangsa Melanesia, dengan ciri-ciri berkulit hitam dan berambut keriting, tinggi badan pria sekitar 165-175 cm dan wanita 155-165 cm. Selain itu, makanan lokal penduduk adalah sagu. Dulu tersedia cukup melimpah dibeberapa hutan sagu berawa, namun saat ini sebagian besar hutan sagu telah dijadikan kawasan permukiman, seperti di Kotaraja dan Entrop. Menangkap ikan di laut dan kerang juga merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh penduduk. Mencari ikan di laut biasanya dilakukan oleh kaum pria, dan wanita mengumpulkan kerang di laut dan hutan bakau.

4. sarana-prasarana
Sarana pendidikan yang tersebar di Kota Jayapura terdiri dari TK, SD, SLTP, SLTA, SMK, Marasah Diniyah, Pondok Pesantren, Lembaga Pendidikan Kristen, dan Lembaga Pendidikan Katolik. Berikut merupakan jumlah tempat peribadatan yang tersebar di Kota Jayapura pada tahun 2015:
   TK    : 66 unit  
   SD    : 103 unit
   SLTP : 48 unit (untuk Umat Katolik)
   SLTA : 30 unit
   SMK  : 12 unit
   Madrasah Diniyah : 5 unit 
   Pondok Pesantren : 5 unit 
   Lembaga Pendidikan Kristen : 138 unit
   Lembaga Pendidikan Katolik  : 15 unit

Sarana kesehatan yang tersebar di Kota Jayapura terdiri dari:
   Rumah sakit : 7 unit
   Puskesmas   : 34 unit (termasuk puskesmas pembantu)
   Posyandu     : 180 unit
   Apotek         : 89 unit
   Pedagang besar farmasi : 10 unit
   Toko Obat    : 32 unit

Sarana peribadatan yang tersebar di Kota Jayapura terdiri dari Gereja untuk Umat Protestan, Gereja untuk Umat Katolik, Masjid, Pura, dan Wihara. Berikut merupakan jumlah tempat peribadatan yang tersebar di Kota Jayapura pada tahun 2015:
   Gereja : 301 unit (untuk Umat Protestan) 
   Masjid : 193 unit
   Gereja : 65 unit (untuk Umat Katolik)
   Pura    : 5 unit
   Vihara : 6 unit

Panti asuhan yang tersebar di Kota Jayakarta seperti pada tabel dibawah ini kecuali pada distrik Jayapura Utara.
Sumber: Jayapura Dalam Angka 2016 yang Telah Diolah, 2017
Ruang terbuka di Kota Jayapura terdiri dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang terbuka Non Hijau (RTN)

Ruang terbuka hijau di Kota Jayapura berupa RTH binaan, seperti pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga, pemakaman, dan jalur-jalur hijau jalan. RTH binaan di Distrik Jayapura Utara terdiri dari :
1. RTH pekarangan (pekarangan rumah tinggal; halaman perkantoran, pertokoan, tempat usaha, sekolah)
2. RTH taman (Taman Imbi, Taman Perdamaian di Porasko)
3. RTH jalur hijau jalan (pulau jalan di Jalan Koti, median Jalan Sam Ratulangi, taman di sekitar Lingkaran KB)
4. RTH sempadan pantai Dok II dan sempadan Pantai Base-G, pemakaman Kayobatu.
Pemeliharaan RTH taman dan jalur hijau jalan dilakukan oleh instansi pemerintah Kota bersama swasta.

Sedangkan untuk Ruang Terbuka Non Hijau di Kota Jayapura terdiri dari plasa, parkir, lapangan olahraga, tempat bermain.

Sistem Jaringan Energi dan Listrik di Kota Jayapura berasal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Yarmockh di Kelurahan Numbai Distrik Jayapura Selatan dan PLTD Waena di Kelurahan Yabansai Distrik Heram. Daya terpasang adalah 77.515 KW, Daya Mampu 59.500 KW, dan cadangan daya 1.887 KW.

Rencana penambahan kapasitas daya listrik dilakukan melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Holtekamp dengan daya terpasang 20 MW dan PLTA Genyem dengan daya terpasang 20 MW.

Jaringan telekomunikasi di Kota Jayapura telah terlayani oleh PT. Telkom maupun operator seluler berupa Indosat, Telkomsel, XL. Jangkauan dari masing-masing operator seluler dapat dinikmati di seluruh Kota Jayapura. Sifatnya yang mobile dan harga yang terjangkau sudah dapat dimiliki, sehingga telepon umum dan telekomunikasi (wartel, dan sebagainya) sudah banyak yang tidak dapat difungsikan lagi.

Sistem persampahan di Kota Jayapura dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pemakaman (DKP) Kota Jayapura. Titik-titik pelayanan sampah melalui pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Sementara yang kemudian diangkut oleh truk ke TPA Nafri. Timbunan berasal dari sampah domestik (rumah tangga) dan bukan domestik (pasar dan industri kecil, hotel, kantor, pertokoan, dan lain-lain). Pola pengumpulan sampah pada umumnya dengan pola komunal dan individual.

Distrik Muara Tami masih merupakan daerah yang memiliki lahan kosong yang luas, sehingga pembuangan sampah di wilayah ini masih bersifat komunal atau dibuang di pekarangan dan dibakar.

Sistem pemilahan sampah belum sepenuhnya berhasil diterapkan di Distrik Kota Jayapura. Demikian halnya yang terjadi dengan tempat sampah terpilah masih belum optimal untuk dilaksanakan di Kota Jayapura. Pemilahan sampah ini sebenarnya sudah mulai diajarkan di sekolah-sekolah, namun belum didukung sepenuhnya oleh sarana dan prasarana serta belum menjadi budaya/kebiasaan masyarakat

Pengelolaan air minum di Kota Jayapura dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan swasta. Tersedianya air yang cukup dan didukung kualitas sangat penting untuk menunjang peningkatan taraf kesehatan masyarakat Kota Jayapura.

Masyarakat yang tidak mendapat pelayanan air bersih dari PDAM memanfaatkan air tanah dan/atau membeli air bersih yang kemudian ditampung dalam bak-bak penampungan air bersih disetiap rumah, hutan sagu, seperti yang dimanfaatkan masyarakat di perkampungan Kayo Batu, penampungan air hujan, perlindungan mata air, kran umum, sumur gali, dan sumur pompa tangan.


Sistem pembuangan limbah domestik di Kota Jayapura masih menggunakan saluran drainase yang kemudian terhubung ke badan-badan air. Beberapa lokasi, seperti sepanjang Kali Anafree, Kali APO, Kali Acai, Kali Yapis, Kali Dok IX, penduduk juga membuang black water secara langsung ke sungai.

Tidak berfungsinya sistem Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) di pusat Kota Jayapura memaksa sebagian penghuni kawasan tersebut membuang langsung black water dan grey water ke saluran Sungai Anafree

Sistem drainase di Kota Jayapura menggunakan sistem campuran, yaitu saluran air limbah dan saluran air hujan yang kemudian dijadikan satu. Hal ini disebabkan terbatasnya lahan di tengah-tengah kota untuk keperluan pembuatan saluran drainase.

Saluran drainase terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan saluran tersier. Saluran ini berupa saluran terbuka dan tertutup yang umumnya terbuat dari pasangan batu yang diberi plesteran, pasangan batu, beton, dan tanah asli.

Tingkat pelayanan sektor drainase saat ini di Kota Jayapura belum optimal, dengan kondisi drainase buruk sampai baik. Daerah pelayanan sektor drainase yang buruk umumnya terjadi setelah turun hujan pada daerah yang relatif rendah dan merupakan pengaliran/daerah aliran yang menuju pembuangan akhir ke sungai/laut. Pada saat musim hujan antara 1 jam sampai dengan 3 jam, air hujan tersebut menimbulkan genangan/luapan dasar saluran kepermukaan jalan bahkan ke daerah pemukiman dan tersebar hampir di semua kelurahan.

Gambaran Potensi dan Permasalahan Wilayah

Gambaran Potensi yang berada di Kota Jayapura antara lain :

Potensi Perubahan Pola Penggunaan Lahan. Semakin meningkatnya kebutuhan lahan terbangun untuk kebutuhan perumahan serta perdagangan dan jasa akibat perkembangan kota, maka potensi perubahan lahan cenderung terjadi pada fungsi lahan ke sawah, tanah kosong, kebun, perairan (terutama rawa dan pantai), ruas-ruas jalan utama di Kota Jayapura.

Potensi Ketersediaan Sumber Daya Mineral. Mineral (Galian Batuan) yang tersebar di Kota Jayapura adalah Batugamping (CaCO3) , Endapan Pasir Batu (Sirtu), Endapan Tanah Lateritik, Hematit Residual, dan Endapan Logam Emas Sekunder.

Potensi Perikanan Laut. Potensi kelautan Kota Jayapura memberikan sumber penghasilan bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan

Potensi Pariwisata Bahari. Pesisir dan pulau-pulau kecil ini sangat berpotensi dikembangkan wisata pantai, diantaranya adalah Pantai Holtekamp di Distrik Muara Tami, Pantai Base-G dan Pantai Pasir II di Distrik Jayapura Utara, dan Pantai Hamadi.

Gambaran Permasalahan yang berada di Kota Jayapura antara lain :

Masih besarnya kesenjangan antar wilayah. Terutama kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Kota Jayapura menjadi tujuan migrasi penduduk untuk belajar, bekerja, dan akhirnya menetap di Kota Jayapura. Hal ini akan berdampak terhadap kebutuhan lahan untuk menampung aktivitas masyarakat. Namun, tidak semua warga mampu untuk membeli perumahan yang disediakan oleh pengembang, sehingga pembangunan rumah dilakukan di perbukitan dan lereng terjal dan di atas permukaan air, seperti yang terlihat di Kawasan APO, Kloofkamp, Polimak, dan permukiman pantai. Kawasan hunian ini umumnya tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga secara kelayakan hunian yang sehat dan aman masih kurang memadai.

Kota Jayapura tidak hanya sebagai kota tujuan, melainkan juga sebagai kota transit untuk menuju ke daerah-daerah lainnya di Provinsi Papua. Begitupun sebaliknya dari daerah di Papua menuju ke kota-kota di luar Papua. Hal ini dikarenakan, jadwal penerbangan dan kapal masih bergantung pada situasi cuaca Papua dan jumlah sarana penerbangan yang masih belum memadai. Ketersediaan fasilitas jasa yang beragam di Kota Jayapura, menjadikan masyarakat cenderung untuk transit ke Kota Jayapura. Kondisi ini akan memunculkan jasa-jasa lainnya yang berkembang, seperti jasa rental kendaraan, jasa hiburan, jasa penginapan, serta berpeluang untuk mengembangkan kepariwisataan di Kota Jayapura dengan potensi keindahan alam dan budaya

Tingginya perambahan hutan di Kawasan Cagar Alam Cycloop. Kawasan ini sebagian berfungsi sebagai permukiman warga tertentu, perkebunan, serta perambahan kayu (terutama Kayu Swan) untuk kebutuhan pembangunan jembatan dan arang. Hal ini mengancam kelestarian lingkungan yang ada di bawahnya dan sumber air semakin berkurang.

Keterbatasan lahan pengembangan kegiatan budidaya di pusat kota sehingga pengembangan lahan diarahkan ke Distrik Muara Tami. 

Pembangunan jembatan Ring-Road dan Jembatan Holtekamp-Hamadi untuk mengurangi kemacetan di Jalan Skyline hingga Jalan Abepura-Sentani, serta untuk mengurangi disparitas di wilayah Distrik Muara Tami. Jalan ring-road ini melintas di Taman Wisata Alam Teluk Youtefa dan Kawasan Cagar Budaya di Kampung Tobati dan Kampung Enggros, serta Hutan Lindung Abepura. Oleh karena itu, pengamanan dan pengendalian pembangunan harus dilakukan agar keseimbangan dan keberlanjutan tetap berlangsung. 

Perkembangan perdagangan dan jasa serta perkantoran di Kelurahan Entop berdampak terhadap berkurangnya kawasan mangrove/bakau. Bakau berfungsi untuk menahan terjadinya abrasi laut, sehingga bila hilang tentu akan mengganggu ekosistem di kawasan ini. 

Kota Jayapura berada di kawasan yang rawan bencana seperti gempa bumi, tanah longsor, dan banjir, sehingga pendekatan mitigasi bencana perlu dikembangkan dan pengendalian terhadap dampak negatif yang terjadi.

Konflik sirkulasi. Hal ini terjadi karena jumlah kendaraan yang semakin meningkat dan guna lahan yang semakin berkembang, namun kurang didukung oleh perkembangan prasarana jalan. 

Pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan fasilitas dan prasarana perkotaan. Penyediaan prasarana dasar, seperti air bersih, persampahan, listrik sangat bergantung pada sistem penyediaan prasarana perkotaan. 

Penyediaan ruang bagi sektor informal harapan penyediaan ruang ini supaya tidak dianggap sebagai salah satu perusak keindahan kota, melainkan mendukung perekonomian masyarakat dan Kota Jayapura.

Pemahaman masyarakat masih kurang mengenai pemanfaatan ruang Kota Jayapura, dimana masyarakat berhak membangun apapun di tanah mereka tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang terjadi dan kesesuaian ruangnya.

Potensi yang dapat dikembangkan di wilayah tersebut

Mengacu pada UU no. 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dimana penataan ruang wilayah perkotaan harus mencantumkan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kota Jayapura. 

Tujuan Penataan Ruang Kota Jayapura 2013-2033 yaitu Mewujudkan Kota Jayapura sebagai pusat pelayanan regional pendidikan, perdagangan dan jasa, pariwisata, serta beranda depan negara yang aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, serta menjaga kelestarian alam dan kearifan lokal.

Sesuai dengan tujuan diatas, tentunya potensi wilayah menjadi faktor utama keberhasilan suatu tujuan pembangunan. Kota Jayapura sebagai pusat kegiatan regional ini memiliki potensi luas baik dari pendudukan, perdagangan dan jasa, dan pariwisata dengan menjaga kelestarian alam dan kearifan lokal. 

Kota Jayapura memiliki banyak sarana pendidikan baik dari tingkat pra sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sementara dari sarana perdagangan dan jasa baik tradisional maupun modern tersebar di Kota Jayapura. Kemudian dari pariwisata baik wisata alam maupun wisata buatan tersebar di Kota Jayapura. 

Pemerintah Kota Jayapura tetap mempertahankan kearifan lokal dan menjaga kelestarian alam sebagai karakteristik dari kota tersebut. Untuk itu, biasanya di Kota Jayapura ada yang mengadakan festival Port Numbay, yaitu serangkaian acara yang diadakan oleh suku Port Numbay. Sehingga dapat menarik wisatawan yang bisa menjadi tambahan sumber pendapatan di Kota tersebut.