Gambaran Potensi yang berada di Kota Jayapura antara lain :
Potensi Perubahan Pola Penggunaan Lahan. Semakin meningkatnya kebutuhan lahan terbangun untuk kebutuhan perumahan serta perdagangan dan jasa akibat perkembangan kota, maka potensi perubahan lahan cenderung terjadi pada fungsi lahan ke sawah, tanah kosong, kebun, perairan (terutama rawa dan pantai), ruas-ruas jalan utama di Kota Jayapura.
Potensi Perubahan Pola Penggunaan Lahan. Semakin meningkatnya kebutuhan lahan terbangun untuk kebutuhan perumahan serta perdagangan dan jasa akibat perkembangan kota, maka potensi perubahan lahan cenderung terjadi pada fungsi lahan ke sawah, tanah kosong, kebun, perairan (terutama rawa dan pantai), ruas-ruas jalan utama di Kota Jayapura.
Potensi Ketersediaan Sumber Daya Mineral. Mineral (Galian Batuan) yang
tersebar di Kota Jayapura adalah Batugamping (CaCO3) , Endapan Pasir Batu (Sirtu), Endapan Tanah Lateritik,
Hematit Residual, dan Endapan Logam Emas Sekunder.
Potensi Perikanan Laut.
Potensi kelautan Kota Jayapura memberikan sumber penghasilan bagi masyarakat
yang bermata pencaharian sebagai nelayan
Potensi Pariwisata Bahari.
Pesisir dan pulau-pulau kecil ini sangat berpotensi dikembangkan wisata pantai,
diantaranya adalah Pantai Holtekamp di Distrik Muara Tami, Pantai Base-G dan Pantai Pasir II di
Distrik Jayapura Utara, dan Pantai Hamadi.
Gambaran Permasalahan yang berada di Kota Jayapura antara lain :
Masih besarnya kesenjangan antar wilayah. Terutama kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Kota Jayapura menjadi tujuan migrasi penduduk untuk belajar,
bekerja, dan akhirnya menetap di Kota Jayapura. Hal ini akan berdampak terhadap kebutuhan lahan untuk
menampung aktivitas masyarakat. Namun, tidak semua warga mampu untuk membeli
perumahan yang disediakan oleh pengembang, sehingga pembangunan rumah dilakukan
di perbukitan dan lereng terjal dan di atas permukaan air, seperti yang
terlihat di Kawasan APO, Kloofkamp, Polimak, dan permukiman pantai. Kawasan
hunian ini umumnya tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), sehingga
secara kelayakan hunian yang sehat dan aman masih kurang memadai.
Kota Jayapura tidak hanya sebagai kota tujuan, melainkan juga
sebagai kota transit untuk menuju ke daerah-daerah lainnya di Provinsi Papua. Begitupun sebaliknya dari daerah
di Papua menuju ke kota-kota di luar Papua. Hal ini dikarenakan, jadwal penerbangan
dan kapal masih bergantung pada situasi cuaca Papua dan jumlah sarana
penerbangan yang masih belum memadai. Ketersediaan fasilitas jasa yang beragam
di Kota Jayapura, menjadikan masyarakat cenderung untuk transit ke Kota
Jayapura. Kondisi ini akan memunculkan jasa-jasa lainnya yang berkembang, seperti
jasa rental kendaraan, jasa hiburan, jasa penginapan, serta berpeluang untuk
mengembangkan kepariwisataan di Kota Jayapura dengan potensi keindahan alam dan
budaya
Tingginya perambahan hutan di Kawasan Cagar Alam Cycloop. Kawasan ini sebagian berfungsi sebagai permukiman warga tertentu, perkebunan, serta perambahan kayu (terutama Kayu Swan) untuk kebutuhan pembangunan jembatan dan arang. Hal ini mengancam kelestarian lingkungan yang ada di bawahnya dan sumber air semakin berkurang.
Keterbatasan lahan pengembangan kegiatan budidaya di pusat kota sehingga pengembangan lahan diarahkan ke Distrik Muara Tami.
Pembangunan jembatan Ring-Road dan Jembatan Holtekamp-Hamadi untuk mengurangi kemacetan di Jalan Skyline hingga Jalan Abepura-Sentani, serta untuk mengurangi disparitas di wilayah Distrik Muara Tami. Jalan ring-road ini melintas di Taman Wisata Alam Teluk Youtefa dan Kawasan Cagar Budaya di Kampung Tobati dan Kampung Enggros, serta Hutan Lindung Abepura. Oleh karena itu, pengamanan dan pengendalian pembangunan harus dilakukan agar keseimbangan dan keberlanjutan tetap berlangsung.
Perkembangan perdagangan dan jasa serta perkantoran di Kelurahan Entop berdampak terhadap berkurangnya kawasan mangrove/bakau. Bakau berfungsi untuk menahan terjadinya abrasi laut, sehingga bila hilang tentu akan mengganggu ekosistem di kawasan ini.
Kota Jayapura berada di kawasan yang rawan bencana seperti gempa bumi, tanah longsor, dan banjir, sehingga pendekatan mitigasi bencana perlu dikembangkan dan pengendalian terhadap dampak negatif yang terjadi.
Tingginya perambahan hutan di Kawasan Cagar Alam Cycloop. Kawasan ini sebagian berfungsi sebagai permukiman warga tertentu, perkebunan, serta perambahan kayu (terutama Kayu Swan) untuk kebutuhan pembangunan jembatan dan arang. Hal ini mengancam kelestarian lingkungan yang ada di bawahnya dan sumber air semakin berkurang.
Keterbatasan lahan pengembangan kegiatan budidaya di pusat kota sehingga pengembangan lahan diarahkan ke Distrik Muara Tami.
Pembangunan jembatan Ring-Road dan Jembatan Holtekamp-Hamadi untuk mengurangi kemacetan di Jalan Skyline hingga Jalan Abepura-Sentani, serta untuk mengurangi disparitas di wilayah Distrik Muara Tami. Jalan ring-road ini melintas di Taman Wisata Alam Teluk Youtefa dan Kawasan Cagar Budaya di Kampung Tobati dan Kampung Enggros, serta Hutan Lindung Abepura. Oleh karena itu, pengamanan dan pengendalian pembangunan harus dilakukan agar keseimbangan dan keberlanjutan tetap berlangsung.
Perkembangan perdagangan dan jasa serta perkantoran di Kelurahan Entop berdampak terhadap berkurangnya kawasan mangrove/bakau. Bakau berfungsi untuk menahan terjadinya abrasi laut, sehingga bila hilang tentu akan mengganggu ekosistem di kawasan ini.
Kota Jayapura berada di kawasan yang rawan bencana seperti gempa bumi, tanah longsor, dan banjir, sehingga pendekatan mitigasi bencana perlu dikembangkan dan pengendalian terhadap dampak negatif yang terjadi.
Konflik sirkulasi. Hal ini terjadi karena jumlah kendaraan yang semakin meningkat dan guna lahan yang semakin berkembang, namun kurang didukung oleh perkembangan prasarana jalan.
Pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan fasilitas dan prasarana perkotaan. Penyediaan prasarana dasar, seperti air bersih, persampahan, listrik sangat bergantung pada sistem penyediaan prasarana perkotaan.
Penyediaan ruang bagi sektor informal harapan penyediaan ruang ini supaya tidak dianggap sebagai salah satu perusak keindahan kota, melainkan mendukung perekonomian masyarakat dan Kota Jayapura.
Pemahaman masyarakat masih kurang mengenai pemanfaatan ruang Kota Jayapura, dimana masyarakat berhak membangun
apapun di tanah mereka tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang terjadi dan
kesesuaian ruangnya.
0 comments:
Post a Comment